A.    Pendahuluan

Ilmu sebagai hasil aktivitas manusia yang mengkaji berbagai hal, baik diri manusia itu sendiri maupun realitas di luar dirinya, sepanjang sejarah perkembangannya sampai saat ini selalu mengalami ketegangan dengan berbagai aspek lain dari kehidupan manusia. Pada dataran praktis – operasional, selalu diperbincangkan kembali hubungan timbal balik antara ilmu dan teknologi. Sering muncul polemik, terutama di negara berkembang, manakah yang lebih penting, antara mengembangkan ilmu melalui pengembangan ilmu murni (pure science) dan ilmu dasar (basic science), dengan mengembangkan teknologi melalui alih teknologi maupun industrialisasi. Kalau kedua-duanya penting, bagaimana strategi yang meski dibangun untuk mengembangkan keduanya, mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki rata-rata negara berkembang ?

Pada dataran nilai-ideasional, muncul permasalahan yang lebih kompleks berkaitan dengan kedudukan dan peran ilmu dan teknologi dalam perubahan peradaban manusia, baik yang berkaitan dengan pergeseran nilai maupun yang terkait dengan berbagai dampak ideasional dari perkembangan ilmu dan teknologi terhadap komponen-komponen pengetahuan manusia yang lain. Gejala-gejala seperti modernisasi, globalisasi, scientism, teknokrasi,  teknophobia, teknosofi, adalah contoh betapa besar pengaruh ilmu dan teknologi terhadap perkembangan budaya manusia. Sering muncul polemik tentang gejala marginalisasi (penyingkiran) nilai maupun aspek pengetahuan lain bila dihadapkan pada kebenaran ilmiah, terlebih apabila prosedur pengujian kebenarannya dengan menggunakan teknologi mutakhir.

Gejala meluas dan meningkatnya peran ilmu dan teknologi terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, oleh Hebert Marcuse digambarkan hanya akan membawa manusia pada keterasingan (alineasi) terhadap diri sendiri dan masyarakat, maupun yang mengantar manusia pada suatu kondisi yang “berdimensi satu”. Dalam masruarakat yang demikian relitas sosial-budaya merupan realitas berdimensi tunggal, yakni dimensi teknologis. Manusia dan kebudayaannya dikuasai oleh ilmu dan teknologi. Apakah kemudian dapat dikatakan bahwa ilmu dan teknologi merusak kebudayaan asli suatu bangsa ? apakah teknologi sendiri merupakan suatu budaya, yang memiliki sistem nilai dan struktur sosial tertentu ?

Dari berbagai pertanyaan-pertanyaan dan polemik yang setidak-tidaknya tersirat adanya kekaburan pengertian tentang ilmu, teknologi, maupun kebudayaan. Tersirat pula di dalamnya kekaburan pemahaman tentang hubungan antara ilmu, teknologi, dan kebudayaan.

B.     Hubungan antara Ilmu dan Teknologi

Sebagaimana aktifitas hidup manusia yang lain, ilmu juga memiliki dimensi-dimensi yang kompleks. Kompleksitas dimensi ilmu tersebut pada satu sisi menunjukkan luasnya ruang jelajah ilmu, namun pada sisi lain menjadikan ilmu sebagai suatu sistem yang sangat terbuka. Pada satu pihak ilmu menjadikan hal dari yang material sampai yang immaterial sebagai obyek telaahnya, namun  di lain pihak ilmu dihadapkan pada masalah pluralisme kebenaran yang muncul karena adanya pluralitas paradigma teori maupun metodologi ilmu dewasa ini. Agar ilmu sebagai fenomena nyata dapat dianalisis watak dan hubungannya dengan teknologi, dan juga pengaruhnya dalam kehidupan sosial, berikut dibahas makna denotatif ilmu, makna konotatif ilmu, dan dimensi-dimensi dalam ilmu.

Tidak berbeda jauh dengan makna etimologis ilmu yang berasal dari kata latin scientia yang berarti (a) pengetahuan tentang, tahu juga tentang (b) pengetahuan yang mendalam, ilmu, pengertian, keahlian, tahu, faham benar-benar (Prent, dkk, 1969:770) – makna denotatif ilmu juga merujuk pada pengetahuan, tubuh pengetahuan yang terorganisir (the organized body of knowledge), studi sistematis (systematical studies), dan pengetahuan teoritis (theoretical knowledge) (The Liang Gie, 1982:15). Dengan demikian makna denotatif ilmu mengacu pada lingkup pengertian yang sangat luas, baik itu pengetahuan sebagaimana dimiliki oleh setiap manusia, maupun pengetahuan ilmiah yang disusun secara sistematis dan dikembangkan melalui prosedur tertentu.

Adapun konotasi istilah ilmu merujuk pada serangkaian aktivitas manusia yang manusiawi (human), bertujuan (purposeful), berhubungan dengan kesadaran (cognitive) (The Liang Gie.1982:17). Ilmuwan maupun filosof ilmu dalam mencanangkan tujuan ilmu yang dibangunnya tidak terlepas dari pemahaman ilmuwan atau filosof masing-masing tentang dunia, yang akhirnya melahirkan pluralitas tujuan ilmu. Sejarah perkembangan ilmu secara gamblang telah memaparkan hal tersebut, bahwa tujuan aktivitas ilmiah berkembang dari sekedar hasrat untuk mengerti, menjelaskan, menguasai, dan memanfaatkan alam, sebagaimana tercermin dari pemunculan ilmu-ilmu tentang alam; fisika, kimia, biologi, kosmologi, berkembang pada tujuan untuk memahami, mengatasi, dan memanfaatkan daya-daya kehidupan, ilmu kedokteran, farmasi, sampai pada tujuan untuk memahami dan memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang bersifat sosial yang langsung melibatkan manusia, sosiologi, psikologi, antropologi, ilmu ekonomi, ilmu politik, ilmu bahasa, danlain sebagainya. Struktur aktivitas ilmiah pada dasarnya terdiri atas dua bagian, yakni bagian substantif atau isi, dan bagian prosedural atau metode (The Liang Gie. 1982:20). Kedua bagian dibedakan dalam kenyataannya tidak bisa dipisahkan, hanya dapat dibedakan dalam analisa.

Dari titik pandang internal dan sistematis, konotasi ilmu sesungguhnya menyangkut tiga hal : proses, prosedur, dan produk (The Liang Gie,1982:25-26). Bila ilmu diperbincangkan sebagai suatu proses maka secana konotatif itu menunjukkan pada penelitian ilmiah. Bial ilmu diperbincangkan secara prosedur maka secara konotatif hal tersebut mengacu pada metoda ilmiah, adapaun bila ilmu diperbincangkan dengan produk (hasil) maka secara konotatif dimaksud dengannya adalah pengetahuan ilmiah.

Dari sudut pandang sosiologi ilmu, dimensi ilmu dapat dibedakan antara sudut pandang internal dan sudut pandang eksternal. Sudut pandang internal mengacu pada ilmu akademik, sedangkan sudut panang eksternal mengacu pada ilmu industrial (industrial science) (Zieman, 1984:3). Perbedaan yang utama dari keduanya adalah hubungan mereka dengan masyarakat. Ilmu akademis relatif lebih menekankan pada pengkayaan tubuh pengetahuan ilmiah untuk pengembangan ilmu itu sendiri, tanpa adanya pemikiran untuk kemungkinan-kemungkinan penerapannya lebih jauh. Sedangkan ilmu industrial memusatkan diri pada pengkajian efek-efek teknologis dari pengetahuan ilmiah yang dihasilkan oleh ilmu-ilmu murni. Ilmu industrial ini merupakan komoponen utama dari teknologi.

Secara etimologis, akar kata teknologi adalah techne yang berarti serangkain prinsip atau metode rasional yang berkaitan dengan pembuatan suatu objek atau kecakapan tertentu, pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau metode, seni (Runes.1976:314). Techne berkaitan dengan tujuan untuk membuat atau mengerjakan, sedangkan episteme berkaitan dengan pemahaman. Adapun logos sebagai akar kata logi tidak mengacu pada status ilmiah dari teknologi, sebagaimana ditemukan dalam istilah antropologi, biologi, sosiologi, namun lebih mengacu pada makna tata pikir atau pun keteraturan, sebagaimana ditemukan dalam istilah kronologi, dan ideologi (The Liang Gie.1982.96)

Ada beberapa pengertian teknologi jika dikaitkan dengan dimensi pengetahuan. (1) Teknologi adalah penerapan dari pengetahuan ilmiah kealaman (natural science) (Brinkmann.1971:125). (2) Teknologi merupakan pengetahuan sistematis tentang seni industrial (ilmu industrial) (The Liang Gie.1982:82); atau penerapan pengetahuan ilmiah untuk industri (Hill,1971:332). (3) Teknologi adalah ilmu terapan (applied science) yang dipilah menjadi empat cabang yaitu teknologi fisik, teknologi biologi, teknologi sosial, dan teknologi pikir.

Teknologi merupakan suatu fenomena yang kompleks. Kompleksitas teknologi merumuskan teknologi sebagai suatu sistem, teknologi memiliki input, komponen, output, dan lingkungan. Input teknlogi dapat berupa kekuatan-kekuatan material, keahlian, teknik, pengetahuan, alat. Komponen teknologi dapat berupa keahlian teknik, proses, fabrikasi, manufaktur, maupun organisasi. Adapun output dapat berupa bangunan fisik, barang-barang, makanan, alat-alat, organisasi, ataupun benda-benda. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan dari teknologi adalah berbagai komponen kebudayaan, terutama ilmu.

Hubungan ilmu dan teknologi menurut The Liang Gie ada beberapa perbedaan yakni :

  1. Teknologi merupakan suatu sistem adaptasi yang efisien untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, tujuan akhir dari teknologi adalah untuk memecahkan masalah-masalah material manusia, atau untuk membawa pada perubahan-perubahan praktis, sedangkan ilmu bertujuan untuk memahami dan menerangkan fenomena fisik, biologis, psikologis dan dunia sosial secara empiris
  2. Ilmu berkaitan dengan pemahaman dan bertujuan untuk meningkatkan pikir manusia, sedangkan teknologi memusatkan diri pada manfaat dan tujuannya dalam menambak kapasitas kerja manusia
  3. Tujuan ilmu adalah memajukan pembangkitanpengetahuan, sedangkan tujuan teknologi adalah memajukan kapasitas teknis dalam membuat barang atau layana.
  4. Ilmu bersifat supranasional sedangkan teknologi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan tertentu
  5. Input ilmu berupa pengetahuan sebelumnya sedangkan input teknologi berupa material alamiah, daya alamiah, keahlian, teknik, alat, mesin, ilmu maupun pengetahuan
  6. Output ilmu adalah pengetahuan baru, sedangkan teknologi menghasilkan produk berdimensi tiga (The Liang Gie,1982:85-91)

Beberapa titik singgung antara ilmu dan teknologi yaitu baik ilmu dan maupun teknologi merupakan komponen dari kebudayaan, selain itu terdapat hubungan dialetis (timbal balik) antara ilmu dan teknologi. Pada satu sisi ilmu menyediakan bahan pendukung bagi kemajuan teknologi yakni berupa teori-teori, disisi yang lain penemuan-penemuan teknologis sangat membantu perluasan cakrawa penelitian ilmiah, yakni dengan dikembangkannya perangkat-perangkat penelitian berteknologi mutakhir. Dengan kata lain kemajuan ilmu mengandalkan dukungan teknologi, sebaliknya kemajuan teknologi mengandalkan dukungan ilmu.