Aspek Desain Pembelajaran pada Pengembangan Multimedia Pembelajaran.
Aspek desain pembelajaran merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan multimedia pembelajaran . Sebagai sarana atau media dalam pembelajaran maka desain pembelajaran pada program multimedia pembelajaran harus diperhatikan agar users yang memanfaatkan program tidak merasa jenuh dengan tampilan yang ada dalam program terseut. Oleh karena itu ada dua hal yang perlu diperhatikan pada desain pembelajaran yaitu (1)komponen pembuka sebagai penarik perhatian (eyes catching); dan (2) komponen inti.
A. Komponen Pembuka sebagai penarik perhatian
KESAN PERTAMA SANGAT MENENTUKAN! Begitu kata pepatah. Sebenarnya, dalam multimedia pembelajaran terdapat setidaknya tiga komponon pembuka yang dapat dijadikan sebagi alat untuk menarik perhatian, yaitu judul, tujuan pembelajaran dan appersepsi.
1. Judul
Judul merupakan titik awal sebagai penarik perhatian pengguna. Tapi, banyak pembuat multimedia pembelajaran yang kurang memperhatikan hal ini. Sering dijumpai, judul dinyatakan dengan kalimat yang kaku. Padahal, judul dapat dirumuskan dalam kalimat yang lebih menantang dan menarik.
Bagaimana, bukankan akan lebih menarik dan menantang jika judul dirumuskan dengan kalimat yang menarik?
2. Tujuan Pembelajaran
Beberapa kelamahan yang sering ditemui dalam pembuatan multimedia pembelajaran adalah a). tidak adanya tujuan pembelajaran, b). walaupun ada, tidak dinyatakan dengan redaksi yang jelas, realistis, dapat diukur dan menantang/menarik perhatian pengguna. Mengapa? Karena pengembang selalu terpaku pada rumusan kompetensi dasar atau indikator yang telah ada dalam kurikulum. Padahal, secara kreatif redaksi kompetensi dasar atau indikator dalam kurikulum dapat diperhalus dengan kalimat yang lebih jelas, realistis, dapat diukur, menarik serta menantang. Dengan rumusan tujuan yang jelas, siswa mengetahui manfaat dan arah yang jelas saat menggunakan media tersebut. Perlu diperhatikan bahwa multimedia pembelajaran juga berkaitan dengan kerangka waktu. Dengan tujuan yang jelas, maka pencapaian tujuan dapat disesuaikan dengan kerangka waktu yang ada dan relevan dengan kebutuhan pengguna. Demikian pula dengan dari multimedia pembelajaran harus memberikan peluang bagi pengguna untuk ‘merasakan’ kegunaan lain selain sebagai media pembelajaran pokok. Oleh karena itu kalimat-kalimat ajakan dan sapaan psikologis yang dapat memberikan ikatan emosional (engagement) bagi pengguna menjadi perlu, sehinga memunculkan interaktifitas yang tinggi dari multimedia tersebut.
Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), kompetensi dasar memang sudah “given”sifatnya. Dengan demikian, sekiranya kurikulum 2004 tersebut tidak memberikan peluang untuk melakukan perubahan dalam rumusan tujuan pembelajaran, maka rumusan seperti ini bukan merupakan suatu keharusan.
3. Appersepsi
DePorter, dkk dalam buku “Quantum Teaching” memfungsikan appersepsi untuk ‘membawa dunia mereka ke dunia kita’. Yaitu, mengkaitkan apa yang telah diketahui atau dialami pengguna dengan apa yang akan dipelajari dalam multimedia pembelajaran. Kontekstualitas dalam appersepsi menjadi penting, karena kita mencoba ‘menarik’ mereka ke dunia kita ciptakan dalam media, melalui hal-hal yang dianggap paling ‘akrab’ dengan pengguna. Di sinilah diperlukan kalimat atau narasi penghubung dari ‘dua dunia’ yang mungkin berbeda. Dengan menyatukan kedua dunia ini, maka pengguna ‘merasa diajak’ berkomunikasi dengan media kita. Jika perlu, gunakan bahasa yang ‘menantang’ dan sedikit ‘memprovokasi’ dalam artian positif.
B. Komponen Inti
Judul, tujuan pembelajaran dan appersepsi dapat dijadikan sebagai sarana pembuka yang sangat menentukan sebagai upaya untuk menarik perhatian awal (penggoda). Selanjutnya, kita beranjak pada komponen inti yang meliputi uraian yang komunikatif, contoh, ilustrasi, analogi, latihan, tes, umpan balik, pemilihan media yang relevan, interaktifitas, dan lain-lain.
1. Uraian yang Komunikatif
Dalam multimedia pembelajaran, antara teks, gambar, audio, video, animasi, simulasi dan lain-lain bersifat proporsional. Artinya, multimedia pembelajaran tidak didominasi oleh teks seperti dalam buku pelajaran. Oleh karenanya, uraian atau pembahasan menggunakan bahasa yang tepat, padat, komunikatif dan sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usia pengguna. Dalam multimedia pembelajaran, uraian dalam bentuk teks digunakan jika dan hanya jika diperlukan interpretasi dari visual yang ditampilkan, atau sulit mencari referensi untuk memvisualkan konsep yang ingin disampaikan. Sering ditemui, pembahasan dalam bentuk teks seperti apa yang tertulis dalam buku. Padahal multimedia pembelajaran bukan buku teks elektronik. Buku teks justru hanya dijadikan sebagai acuan saja. Multimedia pembelajaran adalah media pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa dapat mempelajarinya secara mandiri dengan bantuan yang minimal dari guru atau orang lain. Bahkan tanpa bantuan sama sekali atau belajar sendiri. Oleh karena itu, dalam membahas/menguraikan materi, harus bersikap seolah-olah sedang berkomunikasi dengan siswa.
2. Contoh, Analogi atau Ilustrasi, serta Simulasi yang Relevan dan Kontekstual
Uraian yang komunikatif saja, seperti diuraikan di atas, belumlah cukup. Kita perlu secara kreatif memberikan contoh, analogi atau ilustrasi yang relevan, baik gambar, animasi, video, simulasi dan lain-lain agar dapat mempermudah atau memperdalam pemahaman siswa. Hal inilah yang merupakan kelebihan dari multimedia pembelajaran dibandingkan dengan media lain seperti buku, video, dll.
Perlu ditekankan di sini bahwa simulasi berbeda dengan animasi. Animasi adalah hanya sekedar suatu gambar yang bergerak, berperan untuk menunjukkan suatu proses atau prosedur.Sedangkan simulasi, memungkinkan pengguna atau user menginput sesuatu sehingga ia dapat membuktikan hasilnya. Tujuan simulasi adalah untuk memungkinkan pengguna membuktikan atau mengalaminya secara virtual.
3. Latihan, Tes, dan Umpan Balik Korektif secara Kreatif
Keberadaan latihan dan tes adalah mutlak dalam multimedia pembelajaran.
Ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam memberikan latihan dan tes. Biasanya, latihan dan tes dibuat dalam bentuk tes obyektif (seperti pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dll).
Dalam memberikan latihan, sebaiknya hindarkan pilihan ganda atau benar salah. Mengapa? Hal ini dilakukan untuk menghindari kebiasaan siswa (pengguna) yang asal menebak. Sebagai gantinya, gunakan latihan yang memungkinkan siswa memberikan jawaban singkat. Di samping itu, berikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab lebih dari satu kali. Dalam tes, alangkah baiknya kalau urutan munculnya soal dibuat acak (random). Artinya, ketika anak melakukan reset atau melakukan tes dilain waktu, soal yang sama tidak akan muncul pada nomor atau urutan soal yang sama. Misalnya, ketika awal melakukan tes, soal nomor 1 adalah “xxxxxx”, maka ketika di lain waktu siswa melakukan tes lagi, maka soal nomor 1 yang muncul bukan “xxxxxx” lagi, melainkan “yyyyyy”.
Umpan balik, baik dalam latihan maupun tes, biasanya diberikan dalam bentuk“reinforcement”. Misalnya, “BAGUS, ANDA BENAR”, atau “ULANGI LAGI……KAMU PASTI BERHASIL”.Sebenarnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan umpan balik. Pertama hindari ungkapan yang memojokkan atau menyakitkan. Misal, akan lebih baikmenggunakan kalimat, “ANDA BELUM TEPAT”, daripada “ANDA SALAH”.
Ke dua, akan lebih baik jika menggunakan umpan balik korektif. Maksudnya, berikan penjelasan mengapa jawabannya benar dan/atau mengapa jawabannya salah.
Berikut adalah contoh yang dimaksud dengan umpan balik korektif. Perhatikan baik-baik:“Anda Benar, rumus marginal cost adalah…………” atau “Belum tepat, itu adalah rumus variable cost. Rumus marginal cost adalah………..”.
Begitu juga halnya dalam tes. Biasanya dalam tes hanya diberikan “answer” atau jawaban singkat. Alangkah baiknya di samping “answer” juga diberikan pembahasan jawaban (solution). Sekali lagi, hal ini sangat penting untuk multimedia pembelajaran, karena sifatnya seperti software pembelajaran mandiri.
Selain itu, latihan dan tes tidak selalu harus diberikan dalam bentuk tes. Tapi, dapat juga dikemas secara kreatif dalam bentuk tes. Tapi, dapat juga dikemas secara kreatif dalam bentuk permaianan (game atau simulasi). Artinya, jadikan game dan simulasi untuk latihan dan tes.
Contoh, daripada menggunakan tes obyektif untuk topik tata surya (jenis-jenis planet), akan lebih baik menggunakan game sebagai berikut:
“Dalam layar monitor muncul planet-planet yang bergerak sesuai dengan orbitnya masing-masing. Siswa diberkan peluang untuk menembak dengan tepat planet-planet tersebut. Aturan mainnya, jika muncul “clue” berupa karakteristik dari salah satu planet, maka siswa harus menembak planet sesuai dengan karakteristik tersebut. Misal, clue yang muncul adalah, “letaknya paling jauh” maka siswa harus menembak tepat ke planet Pluto”.
4. Pemilihan Media yang Relevan
“Multimedia pembelajaran adalah pemanfaatan kombinasi beragam media (teks, audio, video, grafis (diagram, gambar, chart, animasi, dll.) secara harmonis dengan bantuan teknologi computer sehingga menghasilkan sesuatu sinergi untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu”. Oleh karena itu, pemilihan media yang tepat dan juga relevan sangat menentukan.Belajar dari beberapa produk multimedia pembelajaran yang telah ada, karena keterbatasan waktu, atau mungkin keterampilan dan pengetahuan yang terbatas, masih ditemui adanya ketidakrelevanan atau ketidakharmonisan pemilihan media.
Contoh:
- Cara kerja jantung divisualisasikan dengan gambar. Padahal untk menjelaskan cara kerja jantung, akan lebih baik menggunakan animasi daripada gambar diam.
- Untuk menjelaskan teknik membuat keramik akan lebih baik menggunakan video, daripada gambar/foto orang yang sedang membuat keramik.
- Untuk menjelaskan proses terjadinya gunutng meletus, akan lebih baik menggunakan animasi atau video, daripada gambar saja.Jadi harus ada keharmonisan antara media yang Anda gunakan dengan karakteristik dari materi ajar.
5. Relevansi dan Kosistensi Antara Latihan/Tes dan Materi dengan Tujuan Pembelajaran
Dalam beberapa produk multimedia pembelajaran sering ditemukan adanya ketidakkonsistenan dan ketidakrelevanan antara materi dengan tujuan pembelajaran dan juga antara latihan/tes dengan tujuan pembelajaran. Ada beberapa (walaupun tidak banyak), pengembang multimedia pembelajaran yang menambah/melebihkan materi yang justru materi bahasan tersebut di luar tujuan pembelajaran yang diharapkan dicapai. Dalam menentukan materi sebaiknya dipilih yang benar-benar perlu (need to know). Dengan demikian tidak terjebak pada materi yang baik diketahui siswa (nice to know) yang sebenarnya tidak perlu-perlu amat, apalagi tidak relevan dengan tujuan pembelajaran.Ketidakrelevanan, banyak ditemui juga terjadi pada latihan dan tes. Latihan dan tes tidak mengukur secara proporsional setiap tujuan pembelajaran. Bahkan ada beberapa tujuan pembelajaran yang tidak diteskan. Di samping itu, banyak item soal tes yang hanya mengukur kemampuan berfikir tingkat rendah, yaitu mengingat (recall). Sangat jarang sekali ditemui “problem solving” untuk mengukur kemampuan analisis, sintesis dan evaluative.
Untuk merumuskan latihan dan tes, sebaiknya dimulai dengan penentuan jenis teknik evaluasi yang tepat dan penyusunan kisi-kisi soal yang didasarkan pada tujuan pembelajaran. bagi peserta yang notabene adalah guru, itu bukanj merupakan hal yang baru. teknik menyusun evaluasi hasil belajar tentu sudah mahir semuanya.
Masalah kecukupan dan cakupan juga masih sering ditemui. Banyak materi yang dibahas dengan cakupan yang luas, tapi sebaliknya tidak cukup/mendalam. Karena, banyak pembahasan yang tidak perlu dan tidak relevan dengan tujuan pembelajaran. Kondisi ideal yang seharusnya terjadi adalah mencakup secara proporsional semua tujuan pembelajaran, tapi dibahas secara mendalam. Kejadian yang sering ditemui justru sebalknya. Cakupan proporsional, tapi pembahasannya dangkal. Hal seperti ini perlu dihindari.
6. Interaktifitas
BELAJAR AKAN LEBIH BAIK JIKA SISWA MENCARI, MENEMUKAN DAN MEMBANGUN PENGETAHUANNYA SENDIRI. Demikian kata teori belajar konstruktifistik. Multimedia pembelajaran, idealnya harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri. Untuk itu, jika ingin dikatakan sebagai multimedia pembelajaran, maka harus interaktif.
Bagaimana caranya?Ada banyak cara, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Jika memungkinkan, perbanyak game dan simulasi; atau link ke alamat-alamat situs yang dapat memberikan informasi tambahan.
- Ajak siswa berfikir terlebih dahulu, sebelum menjelaskan. Contoh, berikan kesempatan kepada siswa untuk mendefinisikan sesuatu dengan kalimatnya sendiri sebelum Anda sajikan definisi menurut pendapat beberapa ahli. Atau berikan informasi tambahan dengan memberikan alamat situs-situs yang menambah pemahaman siswa tentang materi yang dibahas.
- Berikan umpan balik korektif, seperti dijelaskan di atas.
- Mulai dengan pertanyaan (resiprok), seperti: “Tahukah Anda ….?”, “Mengapa….?” , dll.
- Branching atau learner controlled; artinya berikan kesempatan siswa untuk menentukan sendiri hal apa yang akan mereka lakukan terlebih dahulu. Misal, siswa bisa mengawalinya dari latihan terlebih dahulu, sebelum memulai materi. Atau siswa ingin memulai topik 2 sebelum topik 1. Atau ketika mengerjakan latihan, siswa diberi kesempatan untuk loop (melihat kembali) ke materi yang terkait dengan soal latihan yang sedang dikerjakan.
- Gunakan navigasi yang jelas dan kosisten
sumber : didik wira samodra, https://didikwirasamodra.wordpress.com/2008/09/09/aspek-desain-pembelajaran-pada-pengembangan-multimedia-pembelajaran/