HAKIKAT PEMBELAJARAN FISIKA

Oleh : Sigit Suryono, S.Pd, M.Pd

Fisika merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku alam dalam berbagai bentuk gejala untuk dapat memahami apa yang mengendalikan atau menentukan kelakukan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka belajar fisika tidak lepas dari penguasaan konsep-konsep dasar fisika melalui pemahaman.

Pada dasarnya, fisika adalah ilmu dasar, seperti halnya kimia, biologi, astronomi, dan geologi. Ilmu-ilmu dasar diperlukan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan terapan dan teknik. Tanpa landasan ilmu dasar yang kuat, ilmu-ilmu terapan tidak dapat maju dengan pesat. Teori fisika tidak hanya cukup dibaca, sebab teori fisika tidak sekedar hafalan saja akan tetapi harus dibaca dan dipahami serta dipraktikkan, sehingga siswa mampu menjelaskan permasalahan yang ada.

Pembelajaran Fisika adalah bagian dari pelajaran ilmu alam. Ilmu alam secara klasikal dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) ilmu-ilmu fisik (physical sciences) yang objeknya zat, energi, dan transformasi zat dan energi, (2) ilmu-ilmu biologi (biological sciences) yang objeknya adalah makhluk hidup dan lingkungannya. (Kemble, 1966: 7)

Belajar merupakan upaya memperoleh pengetahuan dan pemahaman melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai unsur yang ada. Siswa yang belajar sebenarnya di dalam otak terdapat banyak konsep, terutama  konsep awal tentang alam yang ada di sekitarnya. Melalui proses pembelajaran yang sistematis, maka  konsep awal tersebut akan menghasilkan konsep yang benar dan tepat serta terarah.

Dalam belajar fisika, yang pertama dituntut adalah kemampuan untuk memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum, kemudian diharapkan siswa mampu menyusun kembali dalam bahasanya sendiri sesuai dengan tingkat kematangan dan perkembangan intelektualnya. Belajar fisika yang dikembangkan adalah kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri. (Depdiknas, 2003: 1)

Selanjutnya secara garis besar pembelajaran Fisika seperti yang diungkapkan oleh Abu Hamid(sulistyono,1998:12), adalah sebagai berikut:

  1. Proses belajar Fisika bersifat untuk menentukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam, serta untuk dapat menimbulkan reaksi, atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima secara objektif, jujur dan rasional.
  2. Pada hakikatnya mengajar Fisika merupakan suatu usaha untuk memilih strategi mendidik dan mengajar yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan, dan upaya untuk menyediakan kondisi-kondisi dan situasi belajar Fisika yang kondusif, agar murid secara fisik dan psikologis dapat melakukan proses eksplorasi untuk menemukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Pada hakikatnya hasil belajar Fisika merupakan kesadaran murid untuk memperoleh konsep dan jaringan konsep Fisika melalui eksplorasi dan eksperimentasi, serta kesadaran murid untuk menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.

Pembelajaran merupakan proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru pada saat individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Menurut Corey (Yusufhadi Miarso, 1986 : 195) pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah-laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu

Pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga dalam proses  pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran fisika di sekolah menengah pertama merupakan salah satu mata pelajaran IPA yang dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dalam pembelajaran fisika, pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung akan sangat berarti dalam membentuk konsep siswa. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.

Dalam pembelajaran akan ada komunikasi antara guru dengan siswa. Seperti yang dikemukakan Latuheru (1988: 1) bahwa segala sesuatu yang menyangkut pembelajaran merupakan proses komunikasi.  Komunikasi dalam pembelajaran merupakan komunikasi timbal balik (interaksi edukatif) yang terjadi tidak dengan sendirinya tetapi harus diciptakan oleh guru dan siswa.

Unsur-unsur dalam proses komunikasi dapat di gambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Bagan Proses Komunikasi Model Claude Shannon (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2003: 33).

Unsur-unsur dalam proses komunikasi meliputi : sumber pesan, pesan, transmisi/saluran, dan penerima pesan. Proses komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan, melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/ media dan penerima pesan adalah komponen–komponen proses komunikasi. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran ataupun didikan yang ada dalam kurikulum, sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan produser media, salurannya media pendidikan dan penerima pesannya adalah siswa atau juga guru. (Sadiman dkk, 2003: 11)

Message (pesan) secara tradisional berupa tanda/ pola yang digunakan untuk komunikasi antara pengirim dan penerima. Desain pesan lebih banyak berhubungan dengan level mikro melalui unit-unit kecil seperti visual, urutan penyajian, halaman dan layar. Karakteristik lain desain pesan ialah bahwa disain haruslah bersifat spesifik baik dalam medianya maupun dalam tugas belajarnya. Hal ini berarti bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan tergantung pada apakah medianya bersifat statis, dinamis, atau paduan keduanya (misalnya foto, film, atau grafis komputer), apakah tugasnya melibatkan pembentukan konsep atau sikap, keterampilan atau pengembangan strategi belajar, dan upaya mengingat.

Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat atau penghalang proses komunikasi yang disebut dengan barriers, atau noises. Hambatan tersebut antara lain (1) hambatan psikologis seperti minat, sikap, pendapat, kepercayaan, inteligensi, pengetahuan, (2) hambatan fisik seperti misalnya kelelahan, sakit, keterbatasan daya indera, dan cacat tubuh, (3) hambatan kultural seperti misalnya perbedaan adat-istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai kepanutan; (4) hambatan lingkungan yaitu hambatan yang ditimbulkan oleh situasi dan kondisi keadaan sekitar (Sadiman dkk, 2003: 13). Selain hal tersebut hambatan-hambatan komunikasi yang mengakibatkan gangguan proses komunikasi yaitu gangguan berasal dari saluran (misal pesan yang disajikan dalam bentuk saluran visual, tetapi disampaikan dengan ceramah), dan gangguan dari penerima pesan (disebabkan oleh daya tangkap penerima yang rendah, tiadanya  motivasi, rasa lelah dan mengantuk) (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2003: 33).

Karena adanya berbagai jenis hambatan tersebut baik dalam diri guru maupun siswa, baik sewaktu meng-encode pesan maupun men-decode-nya, proses komunikasi belajar mengajar seringkali berlangsung secara tidak efisien dan efektif. Media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi hal tersebut. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya indera, cacat tubuh atau hambatan jarak geografis, jarak waktu, dan lain-lain dapat dibantu dengan pemanfaatan  media pembelajaran (Sadiman dkk, 2003: 13).

Latuheru (1988: 2), mengemukakan bahwa dalam komunikasi interaksi edukatif terasa bahwa media pembelajaran sangat penting apabila dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan secara kualitas dan kuantitas. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sebagai proses komunikasi memerlukan media pembelajaran untuk menyampaikan pesan dan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Penggunaan media pembelajaran baik berupa modul tercetak, modul interaktif, ataupun e-learning dimaksudkan untuk membantu terjadinya proses belajar mengajar yang lebih efektif dan efisien. Salah satu media tersebut adalah program komputer dalam bentuk software pembelajaran berbantuan komputer untuk fisika. Program tersebut dibuat bukan untuk mengganti peran guru fisika atau mengganti kegiatan eksperimen fisika tetapi sebagai alat bantu guru dalam mengajar. Program tersebut dapat membantu memperjelas pemahaman siswa mengenai gejala alam dan peristiwa-peristiwa fisika yang masih abstrak sehingga tidak terjadi miskonsepsi.

Reference :

Arief S Sadiman, dkk. (2003). Media pendidikan, pengertian, pengembangan, dan pemanfaatannya.  Jakarta : CV. Rajawali Pers.

John D Latuheru. (1988). Media pembelajaran dalam proses belajar mengajar masa kini. Jakarta : Depdikbud.

Kemble, E. C. (1966). Physical science, its structure and development. Messachusetts : The M.I.T Press.

Nana Sudjana & Ahmad Rivai. (2003). Teknologi pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo

Sulistiyono. (1998). Efektivitas penggunaan media modul tercetak dan media transparasi serta media konvensional untuk pokok bahasan tata surya dalam pengejaran fisika kelas 2 SMU Negeri 1 Seyegan tahun ajaran 1997/ 1998. Skripsi. FPMIPA IKIP  Yogyakarta.

Yusufhadi Miarso. (1994). Definisi  teknologi pendidikan: Satuan tugas definisi dan terminology AECT, Washington, D.C : AECT (buku asli diterbitkan tahun 1977)